
*) Pengurus Puslitbang-PSDM Wahdah Islamiyah, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo
Pada tanggal 25 Januari 2020, China merayakanTahun Baru Imlek ke-2571 (Chinese New Year 2020). Orang-orang menyebutnya sebagai Tahun Tikus. Di mana-mana rakyat China merayakan tahun baru ini. Ditengah persiapan dan perayaan Imlek, dunia diheboh kandengan Corona Virus model baru yang oleh pakar kesehatan diberi kode 2019-nCoV. Meskipun World Health Oragnization (WHO) menyatakan penyakit ini belum menjadi penyakit yang perlu diwaspadai masyarakat secara global, namun China telah mengumumkan status darurat nasional.
Situasi itu cukup meresahkan warga dunia. Bagaimana tidak, China telah menutup akses ke 18 kota di 4 wilayah provinsinya. Jumlah ini akan terus bertambah tergantung perkembangan wabahnya. Ditutup berarti akses ke dan dari kota dan provinsi itu terlarang kecuali dengan ketentuan khusus yang sangat spesifik. Maksud utamanya adalah mengisolasi wabah ini. Hal ini disusul travel warning oleh beberapa negara, terutama akses ke Provinsi Wuhan Tiongkok. Sebut saja Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS dan juga Kantor Luar Negeri Inggris dan Commonwealth Office.
Wuhan adalah kota yang disebutkan menjadi asal virus corona model baru ini. Sebagaimana yang dikutip dari CNBC Indonesia, bahwa para pejabat China mengatakan virus corona mungkin berasal dari hewan liar yang dijual di Pasar Makanan Laut Huanan (Huanan Seafood Market) yang terletak di pusat Kota Wuhan. Apalagi sejumlah penderita awal yang terjangkit virus Novel Corona virus (2019-nCoV) itu adalah karyawan pasar makanan tersebut. Menambahkan informasi tersebut, CNN Indonesia menyebutkan bahwa asal virus ini dari kelelawar. Ceritanya, ada seorang kakek yang ditemukan positif menderita virus ini di sana. Dia diklaim sebagai pasien pertama pengidap virus mematikan ini. Si Kakek baru saja makan seekor ular. Di dalam perut ular yang dimakannya ada seekor kelelawar yang positif membawa virus ini. Kelelawar itulah tersangka utamanya. Jadi bukan tikus, melainkan kelelawar. Meskipun wajahnya mirip.
Dilansir dari laman WHO, bahwa pada Tanggal 31 Desember 2019, WHO mendapat laporan adanya beberapa kasus pneumonia di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Virus tersebut memiliki struktur yang tidak cocok dengan virus lain yang telah dikenal. Ini menimbulkan kekhawatiran karena ketika virus baru, kita tidak tahu bagaimana itu mempengaruhi orang. Satu minggu kemudian, pada tanggal 7 Januari 2020, otoritas Cina mengkonfirmasi bahwa mereka telah mengidentifikasi virus baru tersebut adalah corona virus, yang merupakan keluarga virus yang meliputi flu biasa, dan virus seperti SARS dan MERS. Virus baru ini untuk sementara di berinama “2019-nCoV.”
Menurut WHO, Corona viruses (CoV) adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS-CoV). Corona virus novel (nCoV) adalah jenis baru yang belum diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus corona adalah zoonosis, artinya ditularkan antara hewan dan manusia. Investigasi terperinci menemukan bahwa SARS-CoV ditularkan dari luwak ke manusia dan MERS-CoV dari untadromedaris ke manusia. Beberapa corona virus yang dikenal beredar pada hewan yang belum menginfeksi manusia. Tanda-tanda umum infeksia dalah demam, batuk, sesak napas dan kesulitan bernafas. Pada kasus yang lebih parah, infeksi dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Rekomendasi standar untuk mencegah penyebaran infeksi termasuk mencuci tangan secara teratur, menutupi mulut dan hidung ketika batuk dan bersin, memasak daging dan telur dengan saksama. Hindari kontak dekat dengan siapa pun yang menunjukkan gejala penyakit pernapasan seperti batuk dan bersin.
WHO senantiasa memantau dengan ketat perkembangan wabah ini. Setidaknya sejak Tanggal 21 Januari 2020, WHO merilis laporan harian perkembangannya. Berdasarkan relisan laporan WHO per Tanggal 25 Januari 2020 diketahui secara global, sebanyak 1.320 kasus yang dikonfirmasi telah dilaporkan positif novel coronavirus (2019-nCoV). Jumlah ini meningkat sebanyak 474 kasus dari sehari sebelumnya. 1.297 kasus diantaranya dilaporkan dari Tiongkok, termasuk Hong Kong SAR (5 kasus yang dikonfirmasi), Makau SAR (2 kasus dikonfirmasi) dan Taiwan (3 kasus dikonfirmasi). Selain itu, sebanyak 1.965 kasus yang dicurigai telah dilaporkan dari 20 provinsi, wilayah, dan kota di Tiongkok (tidaktermasuk SAR Hong Kong, SAR Makau dan Taipei).
Selain China, terdapat 9 negara lain yang telahterkonfirmasisebagai negara yang terjangkit coronavirus. Ada 23 kasus yang ditemukandari 9 negara tersebut di mana 21 diantaranyamemilikiriwayatperjalananke Kota Wuhan, Cina. Thailand ditemukan 4 kasus, Australia 3 kasus, Prancis 3 kasus, Amerika Seirkat 2 kasus, singapura 3 kasus, Jepang 3 kasus, Vietnam 2 kasus, Korea Selatan 2 kasus, dan Nepal 1 kasus. Jumlah korban meninggal dunia sudahmencapai 41 orang yang semuanyaberada di China. MenurutLaporan WHO, saatini, baru China dan Australia yang memberikan respon serius terhadap perkembangan wabah ini.
Outbreak (wabah) coronavirus yang menggegerkan dunia ini seperti biasa memberi kesempatan para spekulan untuk membangun spekulasi terutama mereka para maniak konspirasi global. Sebagian media di Indonesia merilis informasi perihal kasus out of control laboratorium penelitian virus di Wuhan yang bocor dan mengakibatkan keluarnya virus ini. The Wuhan National Bio-Safety Laboratory (Laboratorium Keamanan Hayati Nasional Wuhan) atau Biolab Wuhan yang bertempat di Institut Virologi Wuhan adalah laboratorium biologi yang dimaksud.
Biolab Wuhan ini adalah laboratorium tercanggih pertama di China yang diklaim sebagai biolab yang telah memenuhi standar dan criteria keamanan tertinggi yakni BSL-4. Sekalipun sudah memiliki standar BSL-4, para ilmuwan Barat masih khawatir akan terjadinya kebocoran virus dan bakteri. Beberapa pakar kesehatan yang disebut-sebut mencurigai kebocoran biolab ini adalah Dr. Richard Ebright, seorang ahli biologi molekuler di Rutgers University di Piscataway, New Jersey, Dany Shoham, mantan petinggi militer dan ahli perang biologis Israel, Dr. Nikolai Filatov seorang Dokter terhormat dari Federasi Rusia, yang menjabat sebagai Kepala Departemen Epidemiologi. Informasi ini tersebar liar di media sosial, melebihi kecepatan perkembangan outbreak coronavirus.
Penyakit, apapun nama dan jenisnya, adala hujian. Melekat dan menjadi bagian dalam perjalanan kehidupan. Dengannya, Pencipta memberi peringatan atas Kuasa-Nya. Bahwa Manusia bukanlah siapa-siapa. Penyebabnya bias apa saja atau siapa saja. Takdir pulalah yang akan menunjukkan hakikatnya. Jika demikian adanya, maka marilah bermuhasabah. Tidak perlu senjata nuklir dengan harga milyaran yang mampu menghancurkan. Bahkan sebuah virus yang tak kasat mata pun cukup menjadi ancaman mematikan. Renungan ini intinya memberikan peringatan kepada kita tentang ujian dari Tuhan bisa apa saja. Sekarang ini 2019-nCoV yang punya giliran. Semua manusia bias saja menjadi korban, kapan dan dimana pun berada. Yang paling penting adalah apakah informasi ini bias membawa kita semakin baik dan menjadi lebih taat sebagai hamba. Mumpung dia belum sampai di sini.
Semoga ujian ini bias segera dilewati dengan penuh hikmah dan membawa kebaikan dan perbaikan. Semoga para korban diberi kesabaran dan yang belum terjangkit bias terhindar dan diberikan kesehatan. Untuk kehidupan yang lebih baik.
NB:
Tulisan ini dikirimkan kepengelola website wahdah.or.id dan website fkm.uho.ac.id