
Oleh :
Ambo Sakka, S.KM.,M.A.R.S
(Dosen FKM UHO)
KB dikenal sebagai akronim dari Keluarga Berencana. KB adalah sebuah gerakan nasional untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti pil, kondom, spiral, IUD, dan sejenisnya.
Dunia memperingai tanggal 26 September sebagai Hari Kontrasepsi. Di Indonsia sendiri, sejak akhir tahun 1970-an, Program Keluarga Berencana (KB) sudah menjadi bagian dari program nasional. Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera sudah diterima sebagai suatu norma sosial yang berhasil menurunkan angka kelahiran di Indonesia. Namun kini, keberhasilan tersebut menemukan tantangannya. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012 menemukan bahwa 98% masyarakat Indonesia tahu dan pernah mendengar tentang salah satu metode kontrasepsi, namun hal ini tidak sebanding dengan tingakt penggunaan alat kontrasepsi modern yang hanya mencapai angka 57.9% dan stagnan selam 10 tahun. Menurut SKATA, hal ini disebabkan karena pengetahuan mendalam masyarakat tentang manfaat dari alat kontrasepsi modern masih sangat rendah. Termasuk di dalamnya pengetahuan mengenai efektifitas dan cara kerja masing-masing alat kontrasepsi.
Benarkah demikian? Bagaimana variabel agama dan keyakinan dalam hal ini? Jika di Indonesia penganut Agama Islam yang paling banyak, maka sangat relevan untuk melibatkan pandangan islam terkait dengan persoalan penggunaan alat kontrasepsi ini.
Kontroversi KB
Ketika pertama kali ditelorkan, KB secara umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk. Secara khusus KB bertujuan meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi, menurunkan jumlah angka kelahiran bayi, dan meningkatkan kesehatan keluarga dengan cara penjarangan kelahiran.
Nampaknya tujuan-tujuan formal inilah yang menyebabkan KB menjadi masalah yang kontroversional. Secara umum, hingga kini di kalangan umat Islam masih ada dua kubu antara yang membolehkan keluarga berencana dan yang menolak keluarga berencana. Pembolehan KB karena menganggap hukumnya Mubah dan menolak KB karena menganggap hukumnya haram. KOntroversi ini sebenarnya dapat diurai dengan penjelasan pada dua substansi KB, yakni apakah program KB ini merupakan Pembatasan Kelahiran (Tahdid An Nasl) ataukah Pengaturan Kelahiran (Tanzhim An Nasl).
Jika program KB dimaksudkan untuk membatasi kelahiran, maka hukumnya haram. Islam tidak mengenal pembatasan kelahiran. Terdapat banyak nash yang mendorong umat Islam untuk memperbanyak anak. Bahkan Alquran menegaskan tidak bolehnya membunuh anak apalagi karena takut miskin atau tidak mampu memberikan nafkah. Seperti firman Allah dalam Alquran Surah Al Isra ayat 31 yang artinya: ” Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepada kalian.” Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai, Rasulullah memerintahkan “Menikahlah kamu, berketurunanlah, dan perbanyak keturunan, karena sesungguhnya aku akan bangga dengan jumlah kamu di antara umat yang lain.” Atau dalam hadits lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Nikahilah wanita yang pengasih dan punya banyak keturunan karena aku sangat berbangga karena sebab kalian dengan banyaknya pengikutku.” (HR. Abu Daud, no. 2050; An-Nasa’i, no. 3229. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Jika program KB dimaksudkan untuk mengatur kelahiran, maka hukumnya mubah. Pengaturan kelahiran bisa dengan berbagai sebab antara lain karena Sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa untuk keperluan ini. Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan isteri keberatan jika hamil lagi, maka tidak terlarang menggunakan alat kontrasepsi tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia bisa mendidik dengan selayaknya. Para sahabat di jaman Rasulullah mengenal istilah ‘Azl atau senggama terputus atau coitus interruptus. Hal ini kemudian disamakan dengan penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi modern saat ini.
Merencanakan Hidup
Salah satu ketakutan besar manusia hari ini adalah ledakan jumlah penduduk yang tidak sejalan dengan pemenuhan hajat hidup. Sehingga masalah ini selalu dijadikan sebagai ‘momok’ penyebab berbagai kompleksitas masalah sosial dan tindak kriminal. Banyak anak yang dilahirkan yang tidak dibarengi dengan pembekalan yang cukup bagi anak dalam menjalani kehidupannya memang sangat dikhawatirkan berujung masalah. Sehingga mutlak menjadi kebutuhan untuk bisa memperhatikan persoalan kualitas disamping kuantitas.
Pengaturan kelahiran merupakan bagian dari perencanaan kehidupan yang diharapkan dapat melahirkan generasi yang berkualitas. Tidak terlalu muda, tidak terlalu rapat, tidak terlalu sering akhirnya menjadi jargon baru dalam ikhtiar mewujudkan generasi rabbani yang berkualitas. Ini nampaknya menjadi ijtihad pertengahan yang bisa mengakomodasi kebutuhan mewujudkan keluarga sejahtera sekaligus menengahi kontroversi haram dan bolehnya alat kontrasepsi.
Oleh karena itu, mari dukung program pemerintah menggunakan alat kontrasepsi yang sesuai untuk mengatur kelahiran dengan tidak bermaksud membatasinya.
Artikel ini dimuat Koran Kendari Pos pada Rubrik Opini Edisi Terbit Kamis, 28 Agustus 2017 dengan judul “Keluarga Berencana dan Kehidupan Berencana”.